Ra Kartini Adalah
Upaya Kartini Melanjutkan Pendidikan
Kartini pernah berupaya mencari beasiswa dengan mengirim surat pada sahabatnya Nyonya Ovink Soer. Peluang mendapatkan pendidikan sedikit terbuka saat pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru pada September 1901.
Kelak Ratu Wilhelmina dalam sidang parlemen memproklamasikan politik etis yang mengharuskan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat jajahan di Hindia Belanda. Gagasan emansipasi dan cita-cita Kartini untuk maju dengan pendidikan mulai jadi perhatian pemerintah Hindia Belanda.
Pada 8 Agustus, Direktur Departemen Pendidikan, Kerajinan, dan Agama J.H. Abendanon mengunjungi Jepara. Ia menyampaikan, ada rencana pendirian sekolah asrama atau kostchool untuk gadis bangsawan. Kartini mendukung rencana ini dengan harapan perempuan menyadari hak mereka selama ini terampas.
Abendanon terkesan dengan penjelasan Kartini yang menyarankan pembukaan pendidikan kejuruan agar perempuan terampil dan mandiri, tidak bergantung kepada laki-laki. Tetapi, sebagian besar bupati menolak surat edaran Abendanon tentang kostschool dengan alasan aturan adat bangsawan tidak mengizinkan anak perempuan dididik di luar.
Kelak saat diundang ke Batavia oleh Abendanon, Kartini ditawari Direktur HBS Batavia Nona Van Loon untuk melanjutkan studi di sekolahnya. Saat itu, ayah Kartini juga mengizinkannya untuk melanjutkan studi menjadi guru.
Kendati pendirian kotschol terhambat, keinginan Kartini atas pendidikan demi menyamakan derajat laki-laki dan perempuan sampai di telinga anggota parlemen Belanda, Van Kol. Ia lalu menawari Kartini untuk sekolah di Belanda bersama adiknya Roekmini dengan biaya pemerintah.
Tetapi atas bujukan dan tekanan orang bumiputra dan keluarga Abendanon, ia urung ke Belanda.
Perjuangan R.A. Kartini untuk Perempuan dan Pendidikan
Kartini dikenal dengan surat-suratnya dengan sejumlah orang di Belanda. Sejumlah surat di antaranya mengungkapkan bagaimana Kartini ingin memperluas pengetahuannya tentang berbagai pemikiran. Salah satu suratnya diterjemahkan Armijn Pane dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang:
"Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajian pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
"Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! --Adat sekali-kali tiada mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak--kami tahu berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)
Surat-surat Kartini kelak diterjemahkan dalam berbagai bahasa untuk pembaca di Eropa, Asia, hingga Amerika lewat buku kumpulan surat Kartini oleh J.H. Abendanon, Door Duisternis tot Licht.
Gagasan Kartini untuk membangkitkan pengetahuan dan pendidikan perempuan juga ia terapkan sehari-hari. Ia mempelajari dan memahami pemikiran emansipasi yang berkembang di negara-negara lain. Berangkat dari pengetahuannya, ia kelak bercita-cita mendirikan sekolah bagi perempuan dan menjadi guru.
G. Nama Jalan RA Kartini di Belanda
Tak dipungkiri R.A Kartini dan semangatnya menginspirasi tidak hanya warga negara Indonesia tapi juga pemerintah Belanda. Kekaguman pemerintah Belanda pada pemikiran Kartini membuat nama Kartini diabadikan sebagai nama jalan di sana. Kota- kota di Belanda yang bernama Kartini adalah:
Jalan Kartini di kota ini berada di perumahan kalangan masyarakat menengah. Ukuran jalan Kartini lebih besar dari jalan dengan nama tokoh lain.
Di Venlo, jalan RA Kartinistraat berbentuk O di kawasan Hagerhof. Nama- nama jalan di daerah itu memang identik dengan tokoh wanita, seperti Anne Frank dan Mathilde Wibaut.
Di Amsterdam wilayah Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan Bijlmer merupakan daerah yang memiliki Jalan Raden Adjeng Kartini.
Wanita dari seluruh dunia yang memiliki pengaruh dalam sejarah, seperti Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, dan Isabella Richaards memang dijadikan juga nama-nama jalan disitu.
Jalan RA Kartini di Haarlem berada dekat dengan Jalan Mohammad Hatta, Jl Sutan Sjahrir
Foto- foto R.A Kartini cukup banyak yang bisa dinikmati. Sebagai keluarga bangsawan sepertinya mengabadikan dalam bentuk foto biasa dilakukan.
Berikut beberapa foto Kartini
Source : en.wikipedia.org
Cerita Kartini sudah dibuat dalam versi layar lebar. Tercatat film surat untuk Kartini telah dibuat dimana Kartini diperankan oleh Rania Putri Sari di tahun 2016. Film Surat untuk Kartini mengisahkan seorang duda bernama Sawardi yang berprofesi sebagai tukang pos jatuh cinta pada Kartini.
Kartini adalah seorang wanita cerdas yang berani melabrak tradisi. Dia tak mau nasibnya seperti para wanita di masa itu. Sayang cinta Sawardi tak sampai Karena Kartini dinikahi oleh Bupati Rembang .
Kemudian di tahun 2017, Dian Sastro juga berhasil memerankan Kartini dengan apik lewat film berjudul Kartini. Hanung sang sutradara kawakan membuat film ini menjadi luar biasa. Kita dibawa ke masa itu hingga merasakan seperti apa perjuangan Kartini.
Masa Remaja RA Kartini
Beruntungnya Kartini memiliki Pangeran Ario Tjondro IV, bupati pertama Jepara yang merupakan kakeknya. Kakeknya ini ternyata sudah terbiasa memberikan pendidikan barat kepada anak-anaknya, sehingga cara pengajaran jauh dari kesan konservatif.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara (saudara kandung dan saudara tiri) ,namun Kartini merupakan anak perempuan tertua dari semua saudara sekandungnya.Karena pemikiran kakeknya yang sudah terbuka itu, maka Kartini memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah di ELS (Europese Lagere School) saat usianya 12 tahun.
Menimba ilmu di sekolah ini membuat beliau belajar Bahasa Belanda. Kecerdasan Kartini semakin terasah di dunia sekolah. Sayangnya keinginannya untuk sekolah tak bisa lama. Di usia 15 tahun Kartini harus menghentikan langkahnya ke sekolah.
RA Kartini harus tinggal di rumah karena sudah dipingit seperti wanita lain di masa itu. Kartini pun tak punya pilihan. Hal ini tentu membuatnya gundah gulana. Untunglah dia memiliki sahabat di negeri Belanda bernama Rosa Abendanon yang bisa diajak bertukar pikiran selama dipingit.
Pertukaran pikirannya dilakukan lewat surat menyurat. Kefasihannya dalam berbahasa Belanda memudahkan komunikasi 2 sahabat beda negara ini. Sebagai wanita cerdas, Kartini pun mempelajari juga pola pikir wanita Eropa. Surat kabar ,majalah bahkan buku dilalap habis.
Dari apa yang dibacanya,Kartini tahu bahwa kehidupan wanita Eropa,dengan wanita Indonesia sungguh berbeda di kala itu. Di Indonesia, wanita memiliki status yang rendah. Wanita Indonesia tak pernah mendapatkan persamaan, kebebasan, dan otonomi serta kesetaraan hukum.
Kondisi itu membuat miris hati Kartini. Keinginan untuk memajukan nasib wanita pun tumbuh di hatinya. Kartini merasa tergugah dan bertekad untuk merubah nasib kaumnya. Tekadnya semakin lama semakin kuat yang juga diceritakan pada buku Raden Ajeng Kartini yang bisa kamu dapatkan di Gramedia!
Mendirikan sekolah perempuan
RA Kartini merupakan putri dari Bupati jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, yang lahir pada 21 April 1879.
Karena latar belakang keluarganya, ia memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan yang layak.
Ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) dan belajar bahasa Belanda hingga usia 12 tahun.
Setelah itu, RA Kartini diharuskan tinggal di rumah atau dipingit. Artinya, ia tidak diperbolehkan keluar rumah dan melakukan aktivitas lain sampai menikah.
Selama menjalani pingitan, RA Kartini tidak berdiam diri. Ia tetap belajar mandiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda.
RA Kartini juga menghabiskan waktunya dengan membaca buku, koran, dan majalah-majalah Eropa, yang kemudian mendorongnya untuk memajukan para perempuan pribumi supaya tidak lagi dipandang rendah.
Baca juga: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan
Salah satu perjuangan RA Kartini dalam pendidikan adalah mendirikan sekolah perempuan.
Pada 12 November 1903, RA Kartini menikah dengan Bupati Rembang, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Setelah menikah, ia diberi kebebasan untuk mendirikan sekolah perempuan oleh suaminya.
Sekolah ini berlokasi di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang (sekarang Gedung Pramuka).
PAHLAWAN pergerakan nasional yang berjuang menyuarakan emansipasi kaum wanita Indonesia, Raden Ajeng Kartini atau yang akrab disapa RA Kartini, menghembuskan napas terakhirnya pada 18 September 1904. Kala itu, ia baru menginjak usia 25 tahun.
Bila melansir dari laman resmi Kemendikbud, perempuan asal Jepara, Jawa Tengah, itu tutup usia akibat penyakit preeklamsia tepat 4 hari setelah melahirkan putra tunggalnya, Raden Mas Soesalit.
Preeklamsia itu terjadi akibat gangguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urinenya. Dia menghembuskan napas terakhirnya tepat di pangkuan suamin....
Biografi RA Kartini – Siapa yang tak kenal dengan Kartini? Sosok wanita nan ayu yang begitu dipuja oleh kaum wanita Indonesia. Karena beliaulah, wanita di negeri ini bisa merasakan kesamaan derajat dengan pria.
Wanita tidak hanya berputar di sumur, kasur dan dapur. Karena Kartinilah wanita Indonesia layak diperhitungkan. Apa yang beliau lakukan telah membuka lebar pintu emansipasi. Wanita kini memiliki peranan yang tak kalah penting bagi negeri ini.
Untuk mengenal lebih jauh mari kita bahas Biografi singkat R.A Kartini yang sudah dirangkum dari berbagai sumber
E. Kontroversi RA Kartini
Surat- surat yang dibuat Kartini paling banyak dikirim pada Sahabatnya, Nyonya Rose Abendanon Mandri,istri dari J.H. Abendanon. J.H. Abendanon, adalah Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Belanda. Dialah yang memiliki peranan penting dalam penerbitan buku-buku Kartini.
Usia Kartini saat rajin berkirim surat itu 23 tahun. Kartini selalu bersemangat menceritakan apa yang dilihat, dirasa dan dipikirkannya. Ia memiliki kesempatan untuk duduk di bangku sekolah membuat pemikiran Kartini luas dan terbuka. Kartini menuliskan semua yang dipikirkan dan dirasakannya, termasuk membahas soal keintiman dan ras tiongkok.
Orang Tiongkok saat itu hanya dijadikan tameng oleh Belanda menghadapi amarah pribumi dan juga dijadikan kambing hitam atas birokrasi yang kacau. Karena dianggap membahayakan, beberapa surat tentang suku Tiongkok akhirnya disensor oleh Abendanon.
Selain itu, Kartini juga membahas kebijakan pemerintahan Belanda dalam menguasai perdagangan candu di Jawa. Kartini juga mengeluarkan kritikan pedas atas kepindahan seorang residen dari Jepara. Surat inipun kembali disensor oleh Abendanon karena dianggap tak layak untuk dibuka. Buku Kartini dicetak pada masa politik Etis mulai bergulir, sementara Abendanon dikenal sebagai pendukung politik etis. Banyak yang menduga adanya rekayasa Abendanon dalam menyortir surat-surat Kartini.
Namun , Pada 1987,surat – surat lengkap kartini diterbitkan oleh Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) dengan judul ‘Kartini: Brieven aan Mevrouw R.M. Abendanon-Mandri en Haar Echtgenoot’ Ternyata Total ada sekitar 150 korespondensi.
Pada tahun 1989,terjemahan dalam Bahasa Indonesianya terbit. Dalam buku itu terbongkarlah kenyataan bahwa Abendanon telah menyortir surat-surat sebagai “sensitif” yang menurutnya tak layak untuk dilihat.
Bahkan beberapa surat juga sengaja di sobek di bagian tertentu, khususnya surat-surat yang dianggapnya terlalu pedas atau menyudutkan pemerintahan Belanda. Sementara surat-surat yang menurutnya aman saja yang diterbitkan.
Tentu saja hal itu sangat disayangkan, karena kenyataannya surat -surat Kartini bukan hanya karena membahas dalam feminisme, seperti yang selama ini diketahui banyak orang.Selain kontroversi surat-surat, penetapan Kartini sebagai Pahlawan juga sempat mendapat pertentangan.
Banyak yang merasa Terlalu berlebihan jika Kartini dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Pertama, Kartini hanya berjuang di daerah Rembang dan Jepara dan yang kedua, Kartini tak pernah berperang dengan mengangkat senjata seperti Cut Nyak Dien atau Christina Martha Tiahahu yang ikut turun ke medan perang.
Sikap pro poligami Kartini juga rasanya bertentangan dengan pemikirannya sebagai penggiat emansipasi wanita.Namun pihak yang pro Kartini berhasil meyakinkan bahwa perjuangan Kartini dalam menyuarakan persamaan derajat wanita merupakan perjuangan Nasional.
Yang tak kalah kontroversi adalah kematian Kartini. Seperti yang sudah kita ketahui, Kartini menghembuskan nafas setelah melahirkan.Hal ini cukup mengherankan mengingat konon Kartini sehat selama hamil dan setelah melahirkan.
Namun anehnya, di hari ke empat, Kartini menutup mata. Ada pihak yang menduga Belanda membunuh Kartini lewat tangan Dr van Ravesteyn.
Pemikiran Kartini yang terbilang berani memojokkan Belanda, dan kartini dianggap berbahaya. Beredar cerita bahwa di hari Kartini meninggal Dr van Ravesteyn mengajaknya minum anggur sebagai tanda perpisahan.
Tak lama setelah itu, Kartini hilang kesadaran dan tak lama meregang nyawa.Menurut pandangan dokter di masa kini, kondisi yang terjadi pada Kartini adalah preeklampsia atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Meskipun hal itu juga belum bisa dibuktikan dengan catatan kematian Kartini entah ada di mana.
Pihak keluarga tak ada yang berusaha mencari penyebab kematian Kartini dan menerima ini sebagai takdir.
J. Lirik Lagu Ibu Kita Kartini
Kekaguman W.R Supratman pada pemikiran Kartini dituangkan dalam lagu berjudul KARTINI. Pada tahun 1929, terciptalah lagu cantik itu. Lagu yang menggambarkan sosok Kartini sebagai pejuang emansipasi. Lagu yang pastinya kita sudah hafal di luar kepala
Ibu kita Kartini Putri sejati Putri Indonesia Harum Namanya
Ibu kita Kartini Pendekar Bangsa Pendekar kaumnya Untuk merdeka
Wahai Ibu kita Kartini Putri yang mulia Sungguh besar cita-citanya Bagi Indonesia
Sekian biografi tentang R.A Kartini atau yang juga dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita. Semoga semangat dan perjuangan beliau bisa menginspirasi setiap orang khususnya kaum wanita pada masa modern.
Sejarah Singkat RA Kartini
Kartini lahir pada 21 April 1879 atau 28 Rabiul Akhir tahun Jawa 1808 di Mayong afdeling Japara (kini Jepara). RA Kartini berasal dari keluarga priyayi atau bangsawan Jawa di Jepara. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah bupati di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RA Kartini masuk sekolah dasar eropa atau Europesche Lagere School (ELS) pada 1885. Anak pribumi yang diizinkan mengikuti pendidikan bersama anak-anak bangsa Eropa dan Belanda-Indo di ELS hanya anak pejabat tinggi pemerintah.
Meskipun dari kalangan bangsawan, anak perempuan masuk sekolah dan keluar rumah merupakan langkah yang bertentangan dengan tradisi saat itu, seperti dikutip dari Pendidikan Feminis R.A. Kartini oleh Irma Nailul Muna.
Sekolah di ELS, Kartini belajar dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Kemampuan bahasanya makin kuat karena rajin membaca buku dan koran berbahasa Belanda. Kartini juga belajar bercakap dengan bahasa Belanda sambil bermain dan menerima tamu bangsa Belanda yang datang ke Jepara.
Siswa pribumi di ELS sering mendapatkan perlakuan diskriminatif seperti pandangan rendah dari sesama siswa dan guru dari Belanda. Perlakuan tersebut memacu semangatnya terus berprestasi agar bisa mengalahkan siswa lain.
Meskipun mendapat perlakuan diskriminatif dari siswa dan guru dari Belanda, Kartini justru semangat memperoleh pengetahuan lebih banyak dan berprestasi. Dikutip dari buku Sisi Lain Kartini, ia menceritakan dirinya tengah belajar pemikiran pejuang wanita dari India Pundita Ramambai pada temannya, Nyonya Nelly Van Kol.
"Tentang putri Hindia yang gagah berani ini telah banyak kami dengar. Saya masih bersekolah, ketika pertama kali mendengar tentang perempuan yang berani itu. Aduhai? Saya masih ingat betul: saya masih sangat muda, anak berumur 10 atau 11 tahun, ketika dengan semangat menyala-nyala saya membaca dia di surat kabar. Saya gemetar karena gembira: jadi bukan hanya untuk perempuan berkulit putih saja ada kemungkinan untuk merebut kehidupan bebas bagi dirinya! Perempuan Hindia berkulit hitam, jika bisa membebaskan, memerdekakan diri."
Namun setelah lulus ELS, Kartini dilarang ayahnya melanjutkan pendidikan di HBS Semarang. Saat itu, tradisi bangsawan mewajibkan anak usia 12 tahun yang sudah dianggap dewasa untuk dipingit. Saat dipingit, anak perempuan tidak boleh keluar rumah, termasuk ke sekolah, karena harus menyiapkan diri untuk menikah dan menjadi ibu rumah tangga.
Karena itu, Kartini juga tidak mendapat izin untuk lanjut sekolah di Belanda seperti tawaran orangtua Letsy, temannya. Ia lalu dipaksa belajar aturan putri bangsawan, seperti berbicara dengan suara halus dan lirih, berjalan setapak dan menundukkan kepala jika anggota keluarga yang lebih tua lewat.
Kartini yang dipingit mengesampingkan kekecewaannya tidak lanjut sekolah dengan membaca dan mencatat. Sejumlah catatannya termasuk pandangan hidup yang bisa dicontoh, jiwa dan pemikiran besar, dan perilaku yang baik.
Ia juga berkirim surat pada sahabatnya untuk mempelajari pemikiran baru dan menyampaikan keinginannya tentang dunia pendidikan di daerahnya. Terjemahan surat-surat Kartini kelak membuka bahwa dirinya punya berbagai gagasan untuk mengangkat derajat kaum perempuan bumiputera di dunia internasional lewat pendidikan.
Kartini pun menikah pada 8 November 1903 dengan Bupati Rembang. Kesehatannya melemah setelah melahirkan anaknya pada 13 September 1903. Pada 17 September 1903, Kartini wafat dalam usia 25 tahun.
Kendati tak melanjutkan pendidikan seperti harapan semula, sebelum wafat, Kartini mencoba berbagai langkah agar dirinya dan perempuan di sekitar bisa maju dengan pendidikan.
Selanjutnya perjuangan R.A. Kartini untuk pendidikan>>>
Masa Dewasa R.A Kartini
Setelah dipingit dari usia 15 tahun , R.A Kartini akhirnya menikah pada usia 24 tahun . Tanggal 12 November 1903, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memperistrinya. Namun sayangnya Kartini bukanlah sebagai istri pertama, melainkan sebagai istri keempat dari Bupati Rembang tersebut.
Ternyata Suami Kartini bisa mengerti jalan pikiran Kartini . Suaminya pun mendukung keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Keinginan Kartini pun semakin menguat terpatri dalam sanubarinya. Dia tak dapat membendung lagi keinginan membebaskan para wanita.
Sayangnya, takdir berkata lain. Kartini tak bisa berjuang lebih lama dalam mengangkat harkat derajat wanita karena Kartini wafat di usia 25 tahun. 4 hari setelah melahirkan putra semata wayang, RM Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904, Kartini menghembuskan nafas terakhirnya.
Kematian Kartini cukup mengejutkan karena selama masa hamil dan melahirkan Kartini tampak sehat walafiat. Tak ada yang menyangka jika Kartini akan wafat di usia muda. Banyak mimpinya yang belum sempat tercapai tentunya.
Untunglah 8 tahun kemudian, tepat di tahun 1912, Sekolah Kartini dibangun yang oleh Yayasan Kartini di Semarang. Adalah oleh keluarga Van Deventer, tokoh Politik Etis kala itu yang menggagas Pembangunan sekolah tersebut . Tak lama pembangunan pun tersebar Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan beberapa daerah lain.
Lahirnya R.A Kartini
Biografi singkat R.A Kartini diawali dari sejak kelahirannya. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Beliau masih merupakan keluarga bangsawan Jawa. Itulah sebabnya gelar Raden Adjeng alias R.A disematkan padanya.
Sesuai dengan adat jawa yang masih melekat, gelar bangsawan ini kemudian diganti menjadi Raden Ayu saat beliau menikah. Ayah Kartini bernama Raden Adipati Ario Sosroningrat putra dari Pangeran Ario Tjondro IV. Ibunda Kartini bernama M.A Ngasirah. Beliau sebenarnya istri pertama namun sayang, status itu tak membuatnya bisa menjadi istri utama.
M.A Ngasirah hanyalah gadis sederhana yang terlahir sebagai rakyat jelata . Beliau merupakan putri seorang kyai di Teluk Awur. Raden Adipati Ario Sosroningrat terlanjur jatuh hati padanya. Meskipun berbeda kasta, namun memang cinta tak bisa memilih.
Statusnya yang bukan berasal dari keluarga bangsawan melabrak aturan kolonial Belanda. Aturan yang diterapkan Belanda mengharuskan seorang bupati harus memilih keluarga bangsawan juga sebagai pasangannya saat menikah.
Hal ini tentu menyulitkan Ario untuk mengambil tampuk pimpinan sebagai bupati Jepara dengan istri pertamanya itu. Ario memutar otak agar posisi bupati tetap bisa dijabat tanpa harus melepas istri pertamanya.
Agar tetap bisa memenuhi aturan kolonial itu, Ayah Kartini juga menikahi Raden Adjeng Woerjan yang masih memiliki darah biru kerajaan Madura. Akhirnya Ayah Kartini bisa mengambil jatahnya untuk menjadi bupati setelah mematuhi aturan Belanda.
Tak lama dari pernikahan keduanya, Ario diangkat jadi Bupati jepara bersamaan dengan lahir putri kecilnya , Kartini. Ario mendapat 2 kebahagiaan sekaligus, yaitu jabatan dan keturunan. Cerita lengkap kehidupan dari RA Kartini juga bisa ditemukan pada buku Seri Pahlawan Nasional: R.A. Kartini.