Lagu India Puja Dewa Siwa
Fungsi dan peran Dewa
Dalam kitab-kitab Veda menyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan.
Dalam kitab suci Bhagawad Gita diterangkan bahwa hanya memuja Dewa saja bukanlah perilaku penyembah yang baik, hendaknya penyembah para Dewa tidak melupakan Tuhan yang menganugerahi berkah sesungguhnya. Para Dewa hanyalah perantara Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara Sri Krishna bersabda:
sa tay? ?raddhay? yuktastasy?r?dhanam ?hatelabhate ca tatah kamanmayaiva vihit?n hi t?n(Bhagavad G?t?, 7.22)
Artinya: “Setelah diberi kepercayaan tersebut, mereka berusaha menyembah Dewa tertentu dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut”.
Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Advaita Vedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para Dewa setara derajatnya dengan Dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dvaita, para Dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monotheisme terhadap Dewa tertentu.
Dari sifat beliau yang Saguna Brahman (berwujud) maka beliau menjadikan diri-Nya berbagai wujud ilahi dalam bentuk dewa-dewi. Kata Deva berasal dari kata div, yang berarti “sinar’, sinar suci Tuhan/mahkluk cahaya atau dengan bahasa yang lebih mudah dapat disebut dengan istilah malaikat.
Masyarakat Hindu mengenal berbagai nama dewa-dewi. Didalam Veda ada banyak dewa yang disebut-sebut namun dikatakan ada 33 dewa. Para dewa memiliki tugas dan fungsi masing-masing.
“Tuhan Yang Maha Esa, Engkau adalah guru agung, penuh kebijaksanaan, menganugerahkan karunia kepada mereka yang bersinar cemerlang, semoga para pencari pengetahuan spiritual, mengetahui rahasia 33 dewa.”
Selanjutnya ke 33 dewa tersebut dibedakan menurut tempat dan tugasnya masing-masing seperti tertuang dalam Rgveda.I. 139.11 yang berbunyi:
“Wahai para dewa (33 dewa): 11 di sorga, 11 di bumi, 11 berada di langit, semoga engkau bersuka cita dengan persembahan suci ini.”
Dalam Satapatha Brahmana, XIV.5 disebutkan:
“Sesungguhnya Ia mengatakan: adalah kekuatan yang agung dan dasyat sebanyak 33 dewa. Siapakah dewata itu? Mereka adalah 8 Vasu, 11 Rudra, 12 aditya. Jumlah seluruhnya 31, (kemudian ditambah) Indra dan Prajapati, seluruhnya menjadi 33 dewata”.
Dari masing-masing tugas dan fungsi dewa-dewa di surga, di bumi dan di langit salah satunya adalah manifestasi Tuhan, dengan kata lain Tuhan sebagai pemimpinnya. Seperti disebutkan didalam Bhagavad Gita
“Di antara semua Rudra Aku adalah Sankara (Siwa),..” (Bhagavad-gita 10.23), …di antara para vasu Aku adalah Api (Agni)” (Bhagavad-gita 10.23). Pada perkembangannya Agni disamakan dengan Brahma. “Di antara para Aditya Aku adalah Visnu..” (Bhagavad-gita 10.21) –Ketut Merta Mupu
Oleh Berry, Rabu, 10 Oktober 2018 | 10:30 WIB - Redaktur: Admin - 2K
JPP, NUSA DUA - Keunikan dan keindahan. Dua kata itu menggambarkan wujud dari khasanah seni, budaya dan alam di Pulau Dewata, Bali. Dan keunikan serta keindahan itu pula yang terasa kental pada ajang Pertemuan Tahunan/Annual Meetings International Monetary Fund-World Bank Group (AM IMF-WBG) 2018, Nusa Dua, Bali.
Menyadari hal ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didukung oleh seluruh perusahaan negara menyiapkan venue tersendiri sebagai wadah tampilnya sejumlah keunikan, keindahan, kekayaan, budaya, seni, wisata dan pencapaian pembangunan Indonesia. Veneu ini bernama Indonesia Pavilion yang berlokasi tak jauh dari Nusa Dua Beach Hotel.
Salah seorang seniman Bali yang memamerkan karyanya di Indonesia Pavilion adalah Cok Raka Bawa. Seniman Topeng Barong khas Bali berusia 56 tahun ini menempati satu stand untuk memamerkan karya topengnya.
Menurut Cok Raka Bawa, Topeng Barong merupakan simbol dari Dewa Siwa dalam kepercayaan Hindu Bali. “Topeng Barong yang saya buat terdiri dari topeng kucing/macan, topeng lembu, topeng rusa, topeng naga dan topeng babi,” ujarnya.
Cok Raka menyatakan, Topeng Barong yang bisa dibuat dari kayu puleh, kenanga, cempaka, jati dan beberapa jenis kayu lainnya ini, mempunyai beberapa fungsi. Di antaranya, untuk mengisi upacara keagamaan dalam tradisi Hindu Bali, untuk atraksi budaya, sendratari dan hiburan.
Pria yang tinggal dikawasan Batu Bulan, Sukawati, Gianyar, Bali ini juga terlibat dalam sanggar “Jambu Budaya.” Melalui sanggar ini, ia dan teman-temannya juga terlibat dalam atraksi tarian Topeng Barongan yang rutin dipentaskan setiap sore hari di kampung halamannya di hadapan wisatawan.
Terkait proses pembuatan Topeng Barongan, Cok Raka yang sudah berputra dua ini menuturkan, untuk membuat kepala Topeng Barongan dan aksesorisnya membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan per topeng. Sedangkan untuk membuat satu Topeng Barongan lengkap satu tubuh sesuai hewan yang disimbolkan termasuk busana dan aksesorisnya, membuthkan waktu sekitar 4 - 5 bulan.
“Untuk proses produksi ini, saya dibantu 6 perajin. Saya khusus membuat topeng kepala, sedangkan teman-teman ada yang mengerjakan tubuhnya, busana dan aksesorisnya,” jelas Cok Raka.
Cok Raka mengaku, mulai belejar menekuni seni membuat topeng barong ini sejak usia 27 tahun. “Saya belajar kepada Cokorda Raka Tisnu, yang juga dosen seni tari pada Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar,” ungkapnya.
Meski profesi yang ia tekuni identik dengan dunia seni yang lekat dengan kepercayaan Hindu Bali, Raka mengaku, ia berkarya juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, ia pun menjual karya seninya ini di sanggar, menjual secara online via Instagram dan menerima pesanan.
“Harga kepala topeng barong dan aksesorisnya sekitar Rp 13 – 15 juta per topeng, tergantung bahannya. Untuk topeng barong lengkap satu tubuh sesuai bentuk hewan yang menjadi simbol, busana dan aksesorisnya, sekitar Rp 100 – 150 juta per topeng,” jelasnya.
Meski harganya cukup tinggi, Cok Raka mengaku, dalam satu tahun ia bisa menjual sekitar 4 – 5 topeng lengkap satu tubuh. “Sekarang, masyarakat yang membutuhkan banyak yang memesan via Instagram,” pungkasnya. (icom/dwh/nbh)
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber infopublik.id
: Payak, Piyungan, Bantul
: Arca ini ditemukan pada tahun 1979.
Town in Uttar Pradesh, India
Dewa Sharif or Dewa is a town and a nagar panchayat in Barabanki district in the state of Uttar Pradesh, India. It is famous for the shrine of Haji Waris Ali Shah. This town is also known by the name of Dewa Sharif in respect for the shrine. It is about 26 km north-east of the state capital Lucknow.
The state government formally recognises Dewa Sharif as a town with a linguistic minority population, where speakers of Urdu constitute 15 per cent or more of the local population. It was placed as one among the prominent sites in Heritage Arc of U.P.[3]
Dewa is located at 27°02′N 81°10′E / 27.03°N 81.17°E / 27.03; 81.17.[4] It has an average elevation of 137 metres (449 feet).
As of 2011 Indian Census, Dewa had a total population of 15,662, of which 8,231 were males and 7,431 were females. Population within the age group of 0 to 6 years was 2,347. The total number of literates in Dewa was 7,967, which constituted 50.9% of the population with male literacy of 54.4% and female literacy of 47.0%. The effective literacy rate of 7+ population of Dewa was 59.8%, of which male literacy rate was 63.9% and female literacy rate was 55.4%. The Scheduled Castes and Scheduled Tribes population was 746 and 18 respectively. Dewa had 2485 households in 2011.[1]
As of the 2001 Census of India, Dewa had a population of 12,819. Males constitute 53% of the population and females 47%. Dewa had an average literacy rate of 45%, lower than the national average of 59.5%: male literacy was 51% and female literacy 38%. In Dewa, 17% of the population was under 6 years of age.[5]
Block Panchayat Dewa Sharif has 67 Village Panchayats.[6]
Dewa Sharif is well connected to Lucknow, Fatehpur, Barabanki, Suratganj, Kursi, Masauli and Cinhat via road.
Dewa Sharif is notable for the shrine of Haji Waris Ali, a Sufi saint.[citation needed]
The GeoNames geographical database covers all countries and contains over eleven million placenames that are available for download free of charge.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
dewa menurut RigVeda
Dalam ajaran agama Hindu, Para Dewa (misalnya Baruna, Agni, Bayu) mengatur unsur-unsur alam seperti air, api, angin, dan sebagainya. Mereka menyatakan dirinya di bawah derajat Tuhan yang agung. Mereka tidak sama dan tidak sederajat dengan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan manifestasi Tuhan (Brahman) itu sendiri. Setiap dewa dewi memiliki fungsi dan peran masing-masing.